Sabtu, 03 Desember 2011

10 Pekerjaan Pemicu Depresi

Inilah 10 Pekerjaan yang Memicu Depresi | Semua orang sebenarnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menderita stres atau depresi. Ini hal yang umum dan biasa saja sebenarnya. Pekerjaan juga merupakan salah satu sumber depresi. Tidak peduli jika anda bekerja di dalam kantor atau di lapangan. Semuanya tidak bisa lepas dari depresi. Terlebih jika anda tidak bekerja, hehe…. Bisa dobel-dobel tuh depresinyaSmile with tongue out

Lalu, apakah pekerjaan tertentu lebih besar daya picu depresinya dibanding pekerjaan yang lain? Menurut Deborah Legge, PhD., seorang konselor kesehatan mental di Buffalo, New York, Amerika Serikat, ada beberapa pekerjaan tertentu yang sangat rentan terhadap depresi dan tekanan. Pekerjaan apa saja itu? Berikut ini adalah penjabarannya:

  1. Perawat khusus orang-orang jompo dan anak kecil. Orang yang bekerja sebagai penyedia layanan perawatan pribadi berada pada urutan teratas sebagai kelompok yang berisiko mengalami depresi, yakni hampir mencapai 11 persen.
    Christopher Willard, ahli psikolog klinis dari Tufts University, mengatakan, "perawat akan stres karena lebih sering bertemu orang-orang sakit dan tidak cukup mendapatkan dukungan positif dari pasien yang dirawat," katanya.
  2. Pelayan restoran"Pelayan restoran termasuk kelompok pekerja yang sering tidak dihargai. Bahkan, mereka cenderung mendapat perlakuan kasar dari pembeli," kata Legge. Menurut Legge, ketika seseorang mengalami depresi, maka akan sulit bagi mereka untuk mempunyai energi dan motivasi.
  3. Pekerja sosial. Bukan hal yang aneh jika pekerja sosial berada pada kelompok yang berisiko mengalami depresi. Jenis pekerjaan mereka yang selalu berurusan dengan orang yang butuh pertolongan, misalnya, kasus pelecehan terhadap anak-anak atau kegiatan sosial lain, dapat memicu tingkat stres yang tinggi.
    "Mereka bekerja untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan sehingga akan banyak menyita waktu. Saya melihat bahwa banyak pekerja sosial dan profesi peduli lainnya yang cenderung mudah terbakar emosi," kata peneliti.
  4. Pekerja sektor kesehatan. Dokter, perawat, terapis, dan profesi kesehatan lain berada pada kategori jenis pekerjaan yang berisiko depresi karena cenderung memiliki jam kerja yang tidak teratur dan mempunyai tanggung jawab besar terkait keselamatan nyawa orang lain. "Setiap hari mereka melihat penyakit, trauma, dan kematian, serta berurusan dengan anggota keluarga pasien," kata Willard.
  5. Seniman, "entertainer", dan penulis. Pekerja di bidang ini cenderung mempunyai pendapatan yang tidak teratur dan jam kerja yang tidak pasti. Orang-orang kreatif mungkin juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mood (sekitar 9 persen). "Satu hal yang banyak saya lihat pada pekerja hiburan dan seni adalah penyakit bipolar (perubahan mood secara mendadak)," kata Legge.
  6. Guru. Tuntutan terhadap tenaga pengajar atau guru tampaknya akan terus berkembang. "Ada tekanan berbeda yang mereka terima, dari anak-anak, orangtua, dan sekolah terkait pemenuhan standar nilai. Semua kelompok memiliki tuntutan yang berbeda," kata Willard.
  7. Staf administrasi. "Pekerja dalam kelompok ini umumnya berada di garis depan dan banyak menerima perintah dari segala arah. Akan tetapi, mereka juga berada di bagian bawah dalam hal kontrol," ungkap Legge.
    Bahkan, mereka juga lebih mungkin mengalami hari tak terduga dan tidak mendapatkan pengakuan terkait semua pekerjaan yang mereka lakukan.
    8. "Maintenance". Mereka harus bekerja dengan jam kerja yang aneh, jadwal bervariasi, dan sering bekerja shift malam. Bahkan pekerja kelompok ini sering mendapat sedikit upah meskipun pekerjaan yang mereka lakukan tergolong sulit, seperti membersihkan kotoran orang lain.
    9. Penasihat keuangan dan akuntan. Para akuntan memiliki tanggung jawab yang begitu banyak terkait pengaturan keuangan orang lain. Mereka juga akan lebih merasa bersalah apabila klien mereka kehilangan uang.
    10. "Sales". Banyak tenaga penjual (sales) yang bekerja pada komisi, yang berarti mereka tidak pernah tahu persis kapan gaji berikutnya akan datang. Pekerja sales juga cenderung melakukan perjalanan jauh, dan harus menghabiskan waktu jauh dari rumah, keluarga, dan teman-teman.
    "Mereka berada pada kondisi ketika mengalami ketidakpastian pendapatan, tekanan yang luar biasa, dan jam kerja yang panjang. Kondisi ini dapat membuat mereka mengalami stres tinggi," kata Legge.

Sumber: Kompas
Kredit Foto: http://www.consortpartners.com

READ MORE - 10 Pekerjaan Pemicu Depresi

Kamis, 01 Desember 2011

Bersepeda Ke Ausie Cari Dana Bagi Penderita Stroke

Bersepeda Cari Dana Bagi Penderita Stroke | Tidak banyak orang yang mengambil keputusan dan berbuat seperti yagn dilakukan oleh Teguh Pujo Budi Santoso. Pernah menderita stroke beberapa tahun dan nyaris tidak bisa berbuat apa-apa, membuat pria kelahiran Jember, 17 September 1964 itu bernazar untuk keliling dunia.

Setelah menyelesaikan keliling Indonesia, ke negara-negara Asean, mantan sopir taksi di Kota Malang ini merencanakan berangkat keliling Australia, pertengahan Januari 2011 lalu, dengan sepeda anginnya. Kali ini tujuannya untuk mencari dana abadi peduli stroke, terutama diperuntukkan bagi orang yang tidak punya.

“Saya pernah kena stroke sehingga saya ingin membantu. Saya sendiri mulai melakukan kegiatan bersepeda  sejak 2006,” ujar Teguh, sarjana teknik industri ini alumnus ITN Malang ini.

5,5 tahun berkeliling di sejumlah negara ASEAN, setelah pulang menemui keluarganya di Jember, Teguh mengayuh lagi sepeda anginnya. 17 Januari 2011 itu ia transit di Malang dan melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Selanjutnya ia naik kapal laut ke Australia dan Selandia Baru  Alasan memilih keliling negara kanguru itu karena memang belum pernah kesana.

Menurut bapak dua anak, Linda dan Dicky ini, dana abadi itu masih nol rupiah dan ia sudah menyiapkan rekeningnya. Ia memastikan akan memberikan pada mereka yang terkena stroke. Ia kemudian menunjukkan potongan kertas Yayasan Stroke Indonesia yang mungkin akan dijadikan tempat untuk mendonasikan apa yang didapat bagi penderita stroke.

Dijelaskannya, ketika memutuskan berkeliling dunia dengan sepeda, tentu saja mendapat tantangan dari istrinya, Erlin (41) yang sampai sekarang masih tinggal di Jember. Apalagi setelah sembuh dari penyakit stroke kok malah meninggalkan keluarganya. Belum lagi tanggung jawab sebagai kepala keluarga. ”Tapi setelah itu mendukung,” ceritanya. Anak pertamanya bahkan kini sudah menjadi mahasiswa di sebuah akademi kebidanan di Mojokerto. Sementara anak kedua, Dicky menemani ibunya di Jember. Menjadi sopir taksi dilakoni setelah di PHK dari sebuah perusahaan di Surabaya.

Ia merasa dengan bersepeda membuat kondisinya yang baru pulih dari stroke menjadi lebih baik. Meski saat ini secara fisik terlihat sehat, tapi cara bicaranya masih terbata-bata meski sudah mampu membuat rangkaian kalimat. Selain itu, dengan mendokumentasikan secara lengkap apa yang dilakukannya, membantunya bertutur tentang kegiatannya. ”Tapi stroke saya juga pernah kambuh selama lima hari ketika perjalanan di Merauke, Papua pada September 2011 lalu,” ungkapnya. Selain kena stroke lagi, saat di Merauke, peralatan videonya juga hilang dibawa maling. Soal sepeda anginnya, ia sudah menggantinya selama tiga kali selama melakukan kegiatan ini.

Satu kali kehilangan sepeda karena dicuri di Terminal Madiun ketika ia tertidur. Tapi ia kemudian membeli sepeda angin lagi. ”Kalau perjalanan panjang, saya biasanya membawa perlengkapan seminim mungkin menyesuaikan kebutuhan. Kalau mau ke Australia ini, ya saya tambah baju  hangat,” paparnya.

Sumber: Harian Surya
Kredit Foto: http://milirwae.blogspot.com

READ MORE - Bersepeda Ke Ausie Cari Dana Bagi Penderita Stroke

my favourite blogs